Kamis

Konselor Kesehatan Mental

Konseling kesehatan mental dibentuk pada tahun 1970-an. Konseling ini dibangun terutama karena inisiatif legislatif, khususnya Community Mental Health Centers Act 1963, yang mendorong didirikannya pusat kesehatan mental secara nasional. Para konselor tingkat master adalah penggagas utama dibalik pendirian American Mental Health Conselors Association (AMHCA).
Melalui AMHCA, mereka berafiliasi dengan American Counseling Association. Kekhususan mereka dalam konseling kesehatan mental mendapat akreditasi tingkat master oleh CACREP.

Sebagai kelompok, konselor kesehatan mental bekerja dalam berbagai lingkungan, termasuk pusat kesehatan mental, lembaga komunitas, rumah sakit psikiatris, organisasi yang menangani kesehatan mental, pusat geriatis, badan pengendali krisis, dan klinik bimbingan anak.

Beberapa konselor kesehatan mental adalah praktisi pribadi. Mereka member konseling pada berbagai kelompok klien, termasuk program bantuan korban pemerkosaan, keluarga yang depresi, orang-orang yang berpotensi atau cenderung untuk bunuh diri, dan mereka yang menderita kelainan yang sudah terdiagnosis. Konselor kesehatan mental bekerja sama dengan tenaga lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja social, perawat dan bagian psikiatri, dan ahli-ahli konseling lainnya serta menjadi bagian dari tim.

Konselor kesehatan mental sangat penting memahami psikopatologi, mempunyai keahlian khusus yang berkaitan dengan kebutuhan dan minat dari populasi atau masalah tertentu. Tugas utama konselor kesehatan mental adalah menilai dan menganalisis latar belakang dan informasi terkini mengenai klien, mendiagnosis kondisi mental dan emosional, mengeksplorasi solusi yangbisa dilakukan, dan mengembangkan rencana perawatan. Aktivitas preventif dalam kesehatan mental dan fisik juga sangat penting. Mereka menaruh perhatian pada perkembangan professional yang berhubungan dengan bidang konseling terapan seperti konseling perkawinan dan keluarga, penyalahgunaan obat/ketergantungan bahan kimia, dan konseling kelompok kecil.

Jenis Layanan dan Bimbingan Konseling

Dalam rangka pencapaian tujuan Bimbingan dan Konseling di sekolah, terdapat beberapa jenis layanan yang diberikan kepada siswa, diantaranya:
  • Layanan Orientasi; layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

  • LayananInformasi; layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
  • Layanan Konten; layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
  • Layanan Penempatan dan Penyaluran;layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
  • Layanan Konseling Perorangan;layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
  • Layanan Bimbingan Kelompok;layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan
  • Layanan Konseling Kelompok;layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
  • Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
  • Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup :
  • Aplikasi Instrumentasi Data;merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuanuntuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan.
  • Himpunan Data;merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
  • Konferensi Kasus;merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
  • Kunjungan Rumah;merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien.
  • Alih Tangan Kasus;merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.

Landasan Bimbingan Konseling

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
  • Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
  • Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
  • Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
  • Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
  • Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
  • Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
  • Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
  • Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
  • Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
  • Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
  • Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
  • Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
  • Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
  • Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
  • Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.


Tujuan & Fungsi Bimbingan Belajar dan Konseling



Tujuan pelayanan Bimbingan Konseling ialah bantuan yang diberikan kepada perorangan atau kelompok orang yang dilayani dari tidak mampu menjadi mampu dalam hal menghadapi tugas-tugas perkembangan hidupnya, dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan mengambil tindakan penyesuaian diri secara memadai dengan sadar dan bebas serta dapat bertanggung jawab atasnya. Layanan Bimbingan dan Konseling yang terdapat di sekolah disebut sebagai “Helping Professions.”
Dalam kurikulum Pedoman Bimbingan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dirumuskan: Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah proses bantuan khusus yang diberikan kepada semua siswa dalam membantu siswa memahami, mengarahkan diri, bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan siswa di sekolah, keluarga dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan diri yang optimal.
Melihat itu semua, fungsi Bimbingan dan Konseling di sekolah antara lain:
1. Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam rangka membantu siswa mendapatkan program studi yang sesuai baginya dalam rangka kurikulum pengajaran yang disediakan di sekolah, misalnya: membantu siswa memilih kegiatan ekstra kurikuler yang cocok baginya, melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuannya atau merencanakan bidang pekerjaan yang cocok baginya di masa mendatang. Fungsi ini disebut sebagai `decision making.’
2. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa me-nemukan cara menempatkan diri secara tepat dalam berbagai keadaan dan situasi yang dihadapi, misalnya siswa yang baru masuk ke sekolah dibantu untuk bergaul secara memuaskan dengan menentukan sikap di tengah-tengah lingkungan yang baru baginya dan menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya tanpa harus menekan prinsip-prinsip yang telah dipahaminya. Fungsi ini disebut sebagai fungsi “adjustment.”
3. Fungsi pengadaptasian, yaitu fungsi bimbingan sebagai nara sumber bagi tenaga-tenaga kependidikan yang lain di sekolah, khususnya bagi pimpinan sekolah dan staf pengajar, dalam hal mengarahkan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pengajaran supaya sesuai dengan kebutuhan para siswa. Di sini pelayanan tidak langsung diberikan kepada siswa. Tenaga bimbingan memberikan informasi dan usulan kepada sesama tenaga pengajar tentang kemampuan anak dalam menerima pendidikan di sekolah. Nara sumber bagi siswa dalam hal memberikan informasi yang baru, yang berkaitan dengan proses belajar mengajar serta pendidikan misalnya informasi tentang nilai budi pekerti, atau jenjang-jenjang sekolah yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuan siswa dan cita- cita siswa itu sendiri.
Semua jenis pendidikan sekolah bertujuan membentuk manusia-manusia pembangunan sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional. Namun perbedaan- perbedaan individual dalam cara dan corak mewujudkan hasil pendidikan sekolah dalam kehidupan warga masyarakat tetap ada. Dengan kata lain pendidikan nasional tidak mencetak manusia-manusia robot yang tak kenal akan perbedaan-perbedaan dalam kepribadian.
Realisasi tujuan pendidikan secara menyeluruh membentuk perkembangan peserta didik dan kenyataan adanya perbedaan-perbedaan individual yang semuanya tercakup dalam lingkup tujuan pendidikan nasional. Pendidikan sekolah dewasa ini dapat dikatakan tidak akan leng-kap tanpa pelayanan bimbingan dan konseling sebagai bagian yang integral dari keseluruhan program kegiatan di sekolah.

Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling

    I            Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Pelaksanaan Layanan Bimbingan Dan Konseling Perkembangan
Dewasa ini substansi layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik di sekolah adalah bimbingan dan konseling perkembangan. Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Muro dan Kottman (1995:50-53) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan adalah bimbingan dan konseling yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
a.       Bimbingan dan Konseling diperlukan oleh seluruh siswa.
Kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan oleh seluruh siswa, termasuk di dalamnya siswa yang mengalami kesulitan. Seluruh siswa ingin memperoleh pemahaman diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memiliki kematangan dalam memahami lingkungan, dan belajar membuat keputusan. Setiap siswa memerlukan bantuan dalam mempelajari cara pemecahan masalah, dan memiliki kematangan dalam memahami nilai-nilai. Semua siswa memerlukan rasa dicintai dan dihargai, memiliki kebutuhan untuk meningkatkan kemampuannya, dan memiliki kebutuhan untuk memahami kekuatan pada dirinya.
b.      Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada pembelajaran siswa.
Sekolah saat ini membutuhkan tenaga-tenaga spesialis. Spesialis untuk membantu siswa membaca, memainbkan instrument musik, dan membantu pertumbuhan fisik. Guru pembimbing atau konselor dapat dipandang sebagai spesialis dalam pertumbuhan dan perkembangan siswa, dalam mempelajari dan memahamidunia dalam diri siswa. Guru pembimbing ( konselor ) juga bekerja sebagai perancang dan pengembang kurikulum dalam mengembangkan kognitif, afektif, dan pertumbuhan fisik. Kurikulum yang dikembangkan konselor menitikberatkan pada pembelajaran manusia dan pemanusiaan peserta didik. Secara operasional, konselor merupakan anggota tim dari suatu tim yang terdiri atas orangtua, guru, konselor, pengelola, dan spesialis lainnya. Tugas mereka membantu siswa untuk belajar. Siswa yang memiliki kesulitan hendaknya tetap belajar, dan siswa yang lambat belajar hendaknya dibantu untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran. Tugas sekolah adalah menyelenggarakan pembelajaran, sedangkan tugas bimbingan dan konseling perkembangan adalah membantu siswa untuk belajar.
c.       Guru pembimbing (konselor) dan Guru adalah fungsionaris bersama dalam program bimbingan dan konseling perkembangan.
Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih berorientasi pada siswa daripada pada pelajaran. Oleh karena itu, konselor dan guru bekerja sama membantu menyelesaikan masalah siswa. Guru pembimbing (konselor) membantu guru dalam menelusuri masalah siswa, mendengarkan sungguh-sungguh perasaan yang dicurahkan siswa, memperjelas, menentukan pendekatan yang akan digunakan dan membantu mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang baru.
d.      Kurikulum yang diorganisasikan dan direncanakan merupakan bagian penting dalam bimbingan dan konseling perkembangan.
Seluruh program bimbingan perkembangan hendaknya berisi perencanaan dan pengorganisasian kurikulum yang matang. Sama halnya dengan kurikulum sekolah yang biasa, seperti : Matematika, IPA, IPS; layanan dasar bimbingan perkembangan berisi tujuan dan sasaran untuk membantu siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Materi program berupa kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan harga diri, motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan masalah, perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas hubungan antara pribadi, ketrampilan berkomunikasi, keefektifan lintas budaya,dan perilaku yang bertanggung jawab.
e.       Program bimbingan dan konseling perkembangan peduli pada penerimaan diri, pemahaman diri, dan peningkatan diri.
Kegiatan dalam bimbingan perkembangan dirancang untuk membantu siswa mengetahui lebihn banyak tentang dirinya, menerima dirinya, serta memahami kekuatan pada dirinya.
f.       Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada proses mendorong perkembangan.
Metode mendorong (encouragement) perkembangan diarahkan untuk:
1.      Menempatkan nilai pada diri siswa sebagaimana dirinya sendiri;
2.      Percaya pada dirinya;
3.      Percaya akan kemampuan diri siswa, membangun penghargaan akan dirinya;
4.      Pengakuan untuk bekerja dan berusaha dengan sungguh-sungguh;
5.      Memanfaatkan kelompok untuk mempermudah dan meningkatkan perkembangan siswa;
6.      Memadukan kelompok sehingga siswa merasa memiliki tempat dalam kelompok;
7.      Membantu perkembangan ketrampilan secara berurutan dan secara psikologis memungkinkan untuk sukses;
8.      Mengetahui dan memfokuskan pada kekuatan dan aset siswa;
9.      Memanfaatkan minat siswa sebagai energi dalam pengajaran.
g.      Suatu proses “menjadi”, sehingga pertumbuhan fisik dan psikologisnya memiliki berbagai kemungkinan sebelum mencapai masa dewasa. Oleh karenanya pengembangan yang terarah adalah sesuatu yang lebih penting.
h.      Bimbingan dan konseling perkembangan sebagai “team oriented” menuntut pelayanan konselor yang profesional.
Keberhasilan bimbingan dan konseling perkembangan memerlukan upaya bersama seluruh staf di sekolah. Untuk memperoleh keefektifan maksimum dari program sekolah hendaknya memiliki akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan konselor yang terlatih, antara lain dalam konseling individual, konseling kelompok, pengukuran dan perkembangan siswa.
i.        Bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan identifikasi awal akan kebutuhan – kebutuhan khusus siswa.
Guru pembimbing (konselor) bekerjasama dengan guru untuk menemukan kebutuhan siswa, yang jika tidak terpenuhi akan menjadi kendala dalam kehidupan siswa berikutnya. Melakukan pendekatan dengan siswa baik secara individual maupun kelompok. Menjalin hubungan erat dengan orangtua merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan identifikasi kebutuhan siswa.
j.        Bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan penerapan psikologi.
Guru pembimbing (konselor) perkembangan tidak sekedar peduli pada “assessment” kemampuan anak untuk belajar, melainkan pada penerapan psikologi pada bagaimana anak menggunakan kemampuannya.
k.      Bimbingan dan konseling perkembangan memiliki kerangka dasar psikologi anak, psikologi perkembangan, dan teori belajar.
l.        Bimbingan dan konseling perkembangan memiliki sifat mengikuti urutan dan lentur.
Dalam implementasinya, bimbingan dan konseling perkembangan mengikuti urutan, artinya program bimbingan dan konseling perkembangan dirancang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dan lentur dalam arti program hendaknya disesuaikan dengan perbedaan individual.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan konseling perkembangan adalah proses pemberian bantuan yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat, issue-isue yang berkaitan dengan tahapan perkembangan siswa, dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.

Pengertian Bimbingan dan Konseling

Layanan Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling
Berbagai rumusan dikemukakan sebagai berikut :
Bimbingan adalah sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan serta mendapatkan kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu ( farnk parson, dalam jones, 1951 )
Bimbingan membantu individu untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan-kesempatan pendidikan, jabatan dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai suatu bentuk bantuan yang sistematik melalui mana mahasiswa dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian yang baik terhadap sekolah dan terhadap kehidupan.(dunsmoor dan miller, dalam mc Daniel, 1969 )
Bimbingan membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.( chiskolm, dalam mcdaniel 1959 ).
Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat.Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang
pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkan
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal
dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam
suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu
bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.

2. Pengertian Konseling
Beberapa pengertian konseling :
Konseling adalah kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman klien difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
Interaksi yang terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien, terjadi dalam suasana yang professional.
Suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang professional, yaitu orang yang terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai pemevcahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya.
Konseling sebagai suatu proses antarpribadi,
di mana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan, menemukan masalahnya.
Konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor
yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara
perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal
ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas
pandangannya tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai
tujuannya.


3. Hubungan Bimbingan dengan Konseling
Konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya
saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam
memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang.
Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif
menjadi positif. Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan
tujuannya.


Rabu

Syarat syarat Dalam Pembangunan Mental

Syarat-syarat yang Diperlukan dalam  Pembangunan Mental
Di antara syarat-syarat terpenting dalam pembangunan mental adalah:
a.       Pendidikan.
Pendidikan yang dimulai dari rumah tangga, dilanjutkan di sekolah, dan  juga dalam masyarakat. Pembangunan mental, mulai sejak anak lahir, di mana semua pengalaman yang dilaluinya mulai lahir, sampai mencapai usia dewasa (21 tahun), menjadi bahan dalam pembinaan mentalnya. Maka syarat-syarat yang diperlukan, dalam pendidikan baik di rumah, sekolah maupun masyarakat ialah kebutuhan-kebutuhan pokoknya harus terjamin, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan psikis dan sosial. Di mana harus terjamin makan minum yang cukup memenuhi syarat kesehatan untuk pertumbuhannya di rumah, sekolah dan masyarakat, maka anak-anak itu harus:
1)      Merasa disayangi oleh ibu-bapak, guru, dan kawan-kawannya. Anak yang merasa kurang disayangi, atau kurang diperhatikan kepentingan dan kebutuhannya, akan merasa hidup menderita. Apabila ia merasa tidak disayangi, terutama waktu kecil ia tidak akan pernah merasa kasih sayang kepada orang lain dan tidak akan merasakan kesayangan orang kepadanya di kemudian hari, ia akan cenderung kepada perasaan sedih, murung, menyendiri dan benci kepada masyarakat atau orang di sekitarnya. Emosinya mungkin tidak matang.
2)      Merasa aman, tentram, di mana ia tidak sering dimarahi, dihina, diperlakukan tidak adil, diancam, orang-orang yang berkuasa di sekelilingnya tidak sering bertengkar, kebutuhannya yang pokok terpenuhi (keadaan ekonomi yang sangat kurang ikut mempengaruhi mental anak apabila ia berada dalam kelompok orang-orang yang mampu) dan lain-lain, yang menyebabkannya tidak aman.
3)      Merasa bahwa ia dihargai, misalnya kalau ia berbicara atau bertanya didengar dan dijawab seperlunya, jika ia bersalah, ditegur atau dimarahi tidak di hadapan kawan-kawannya, ia tidak merasa diejek, diremehkan, dibandingkan dengan yang lain, dan sebagainya.
4)      Merasa bebas, tidak terlalu diikat oleh peraturan-peraturan dan disiplin yang terlalu keras, ia bebas memilih teman (dalam batas yang tidak merusak), bebas memilih pakaian yang disukainya (dalam batas yang tidak melanggar susila), dan bebas membelanjakan uang jajannya, dan sebagainya.
5)      Merasa sukses, sejak kecil orangtua harus mendidik dan mengajar anak sesuai dengan kemampuan bakat dan pertumbuhannya, jangan sampai anak merasa bahwa terlalu jauh yang harus dijangkaunya, atau terlalu berat yang harus diusahakannya. Karena kalau anak merasa tidak mampu melaksanakan sesuatu yang diharapkan darinya, ia akan merasa gagal. Kegagalan-kegagalan itu akan membawa pada tekanan jiwa dan menimbulkan frustasi, yang akhirnya mungkin menyebabkan hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri.
6)      Kebutuhannya untuk mengetahui harus dapat terpenuhi, pertanyaannya dijawab, kepadanya diberi kesempatan untuk dapat mengenal sesuatu yang diinginkannya. 
b.      Pembinaan Moral
Pembinaan moral harus dilakukan sejak kecil, sesuai dengan umurnya. Karena setiap anak dilahirkan belum mengerti mana yang benar mana yang salah dan belum tahu batas-batas atau ketentuan-ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Pendidikan moral harus dilakukan pada permulaan di rumah dengan latihan terhadap tindakan-tindakan yang dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan tempat ia hidup. Setelah anak terbiasa bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral, serta kecerdasan dalam  kematangan berfikir telah terjadi, barulah pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan.
Pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama. Maka pendidikan agama yang mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan sejak anak lahir (di rumah), sampai duduk di bangku sekolah dan dalam lingkungan masyarakat tempat ia hidup.
c.       Pembinaan Jiwa Taqwa
Jika menginginkan anak-anak dan generasi yang akan datang hidup bahagia, tolong-menolong, jujur, benar dan adil, maka mau tidak mau, penanaman jiwa taqwa perlu sejak kecil. Karena kepribadian (mental) yang  unsur-unsurnya terdiri dari antara lain keyakinan beragama, maka dengan sendirinya keyakinan itu akan dapat mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap dalam hidup. Karena mental sehat yang penuh dengan keyakinan beragama itulah yang menjadi polisi, pengawas dari segala tindakan.
Jika setiap orang mempunyai keyakinan beragama, dan menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu ada polisi dalam masyarakat karena setiap orang tidak mau melanggar larangan-larangan agama karena merasa bahwa Tuhan Maha Melihat dan selanjutnya masyarakat adil makmur akan tercipta, karena semua potensi manusia (man power) dapat digunakan dan dikerahkan untuk dirinya sendiri.
Pembangunan mental tak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah yang memberikan nilai-nilai yang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adanya paksaan dari luar atau polisi yang mengawasi atau mengontrolnya. Karena setiap kali terpikir atau tertarik hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh kepada perbuatan-perbuatan yang kurang baik itu.
Mental yang sehat ialah yang iman dan taqwa kepada Tuhan, dan mental yang beginilah yang akan membawa perbaikan hidup dalam masyarakat dan bangsa.
Taqwa dan iman sama pentingnya dalam kesehatan mental, fungsi iman dalam kesehatan mental adalah menciptakan rasa aman tentram, yang ditanamkan sejak kecil. Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menetukan dalam kesehatan mental seseorang