Kamis
Konseling kesehatan mental dibentuk pada tahun 1970-an. Konseling ini dibangun terutama karena inisiatif legislatif, khususnya Community Mental Health Centers Act
1963, yang mendorong didirikannya pusat kesehatan mental secara
nasional. Para konselor tingkat master adalah penggagas utama dibalik
pendirian American Mental Health Conselors Association (AMHCA).
Melalui
AMHCA, mereka berafiliasi dengan American Counseling Association.
Kekhususan mereka dalam konseling kesehatan mental mendapat akreditasi
tingkat master oleh CACREP.
Sebagai
kelompok, konselor kesehatan mental bekerja dalam berbagai lingkungan,
termasuk pusat kesehatan mental, lembaga komunitas, rumah sakit
psikiatris, organisasi yang menangani kesehatan mental, pusat geriatis,
badan pengendali krisis, dan klinik bimbingan anak.
Beberapa
konselor kesehatan mental adalah praktisi pribadi. Mereka member
konseling pada berbagai kelompok klien, termasuk program bantuan korban
pemerkosaan, keluarga yang depresi, orang-orang yang berpotensi atau
cenderung untuk bunuh diri, dan mereka yang menderita kelainan yang
sudah terdiagnosis. Konselor kesehatan mental bekerja sama dengan tenaga
lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja social, perawat dan
bagian psikiatri, dan ahli-ahli konseling lainnya serta menjadi bagian
dari tim.
Konselor
kesehatan mental sangat penting memahami psikopatologi, mempunyai
keahlian khusus yang berkaitan dengan kebutuhan dan minat dari populasi
atau masalah tertentu. Tugas utama konselor kesehatan mental adalah
menilai dan menganalisis latar belakang dan informasi terkini mengenai
klien, mendiagnosis kondisi mental dan emosional, mengeksplorasi solusi
yangbisa dilakukan, dan mengembangkan rencana perawatan. Aktivitas
preventif dalam kesehatan mental dan fisik juga sangat penting. Mereka
menaruh perhatian pada perkembangan professional yang berhubungan dengan
bidang konseling terapan seperti konseling perkawinan dan keluarga,
penyalahgunaan obat/ketergantungan bahan kimia, dan konseling kelompok
kecil.
Dalam
rangka pencapaian tujuan Bimbingan dan Konseling di sekolah, terdapat
beberapa jenis layanan yang diberikan kepada siswa, diantaranya:
- Layanan Orientasi; layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
- LayananInformasi; layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
- Layanan Konten; layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
- Layanan Penempatan dan Penyaluran;layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
- Layanan Konseling Perorangan;layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
- Layanan Bimbingan Kelompok;layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan
- Layanan Konseling Kelompok;layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
- Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
- Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
Untuk menunjang kelancaran pemberian
layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu
dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup :
- Aplikasi Instrumentasi Data;merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuanuntuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan.
- Himpunan Data;merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
- Konferensi Kasus;merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
- Kunjungan Rumah;merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien.
- Alih Tangan Kasus;merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.
Landasan dalam bimbingan dan konseling
pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan,
untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat
dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang
kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian
pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari
oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran
terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat
aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan
konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing
landasan bimbingan dan konseling tersebut :
Landasan filosofis merupakan landasan
yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam
melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan
filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha
mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah
manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis
tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat
yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan
bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada,
para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes,
Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan
tentang hakikat manusia sebagai berikut :
- Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
- Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
- Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
- Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
- Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
- Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
- Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut
maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang
dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam
berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan
kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Landasan psikologis merupakan landasan
yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu
yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor
adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan,
(c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan
dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu
motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu
semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun
motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,–
baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental
atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan
faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan
hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur
otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau
ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat
potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada.
Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu
yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau
bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi
(jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot).
Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam
lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai,
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara
optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan
yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang
dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan
proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa
konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek
fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan
sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat
dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless
tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan
individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari
Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget
tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang
perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier;
(7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari
Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi
sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya,
konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang
dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di
masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang
amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa
belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan
dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan
harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian
sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya
proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat
psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar
sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang
berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa
dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme;
(2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3)
Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar
alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih
belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan
komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh
Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan
hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari
studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang
kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan
penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan
konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa
kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu
satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan
struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang,
hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku
individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian
individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal,
diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik
dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney
dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt
Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons
dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan
sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang
aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
- Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
- Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
- Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
- Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
- Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
- Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan
konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu
yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan
mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku
individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan
menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian
hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan
kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor
dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai
teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan
kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik
dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor
benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat
empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang
psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi
pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan
yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi
kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia
sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku
sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan
dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan
melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula
dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun
eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi
komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin
antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda.
Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan
yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar
budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c)
stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya
penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi
dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali
memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan
tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan
reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki
lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan
yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat
menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali
apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial
antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima
hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan
konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren
bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling
dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya
plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan
landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas
keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal
pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan
kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang
menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan
berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam
bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan
bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya
logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah
(McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu
yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah
memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan
konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi,
biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu
hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah
diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik
dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran
kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi,
khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an
peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan
konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan
konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan
dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan
individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan
tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual
(maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan
pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut
kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan
teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai
ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa
konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling,
baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai
bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan
konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan
bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan
religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan
bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan
sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu
bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan
dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan
layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan
dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia
sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari
perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah
agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya
secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan
dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan
kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan
dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual.
Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang
ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa
ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang
berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong
kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan
spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan
berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari
Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Tujuan & Fungsi Bimbingan Belajar dan Konseling
Tujuan pelayanan Bimbingan Konseling ialah bantuan yang diberikan kepada perorangan atau kelompok orang yang dilayani dari tidak mampu menjadi mampu dalam hal menghadapi tugas-tugas perkembangan hidupnya, dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan mengambil tindakan penyesuaian diri secara memadai dengan sadar dan bebas serta dapat bertanggung jawab atasnya. Layanan Bimbingan dan Konseling yang terdapat di sekolah disebut sebagai “Helping Professions.”
Dalam kurikulum Pedoman Bimbingan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dirumuskan: Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah proses bantuan khusus yang diberikan kepada semua siswa dalam membantu siswa memahami, mengarahkan diri, bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan siswa di sekolah, keluarga dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan diri yang optimal.
Melihat itu semua, fungsi Bimbingan dan Konseling di sekolah antara lain:
1. Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam rangka membantu siswa mendapatkan program studi yang sesuai baginya dalam rangka kurikulum pengajaran yang disediakan di sekolah, misalnya: membantu siswa memilih kegiatan ekstra kurikuler yang cocok baginya, melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuannya atau merencanakan bidang pekerjaan yang cocok baginya di masa mendatang. Fungsi ini disebut sebagai `decision making.’
2. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa me-nemukan cara menempatkan diri secara tepat dalam berbagai keadaan dan situasi yang dihadapi, misalnya siswa yang baru masuk ke sekolah dibantu untuk bergaul secara memuaskan dengan menentukan sikap di tengah-tengah lingkungan yang baru baginya dan menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya tanpa harus menekan prinsip-prinsip yang telah dipahaminya. Fungsi ini disebut sebagai fungsi “adjustment.”
3. Fungsi pengadaptasian, yaitu fungsi bimbingan sebagai nara sumber bagi tenaga-tenaga kependidikan yang lain di sekolah, khususnya bagi pimpinan sekolah dan staf pengajar, dalam hal mengarahkan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pengajaran supaya sesuai dengan kebutuhan para siswa. Di sini pelayanan tidak langsung diberikan kepada siswa. Tenaga bimbingan memberikan informasi dan usulan kepada sesama tenaga pengajar tentang kemampuan anak dalam menerima pendidikan di sekolah. Nara sumber bagi siswa dalam hal memberikan informasi yang baru, yang berkaitan dengan proses belajar mengajar serta pendidikan misalnya informasi tentang nilai budi pekerti, atau jenjang-jenjang sekolah yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuan siswa dan cita- cita siswa itu sendiri.
Semua jenis pendidikan sekolah bertujuan membentuk manusia-manusia pembangunan sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional. Namun perbedaan- perbedaan individual dalam cara dan corak mewujudkan hasil pendidikan sekolah dalam kehidupan warga masyarakat tetap ada. Dengan kata lain pendidikan nasional tidak mencetak manusia-manusia robot yang tak kenal akan perbedaan-perbedaan dalam kepribadian.
Realisasi tujuan pendidikan secara menyeluruh membentuk perkembangan peserta didik dan kenyataan adanya perbedaan-perbedaan individual yang semuanya tercakup dalam lingkup tujuan pendidikan nasional. Pendidikan sekolah dewasa ini dapat dikatakan tidak akan leng-kap tanpa pelayanan bimbingan dan konseling sebagai bagian yang integral dari keseluruhan program kegiatan di sekolah.
I Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Pelaksanaan Layanan Bimbingan Dan
Konseling Perkembangan
Dewasa ini substansi layanan
bimbingan dan konseling bagi peserta didik di sekolah adalah bimbingan dan konseling perkembangan.
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Muro dan
Kottman (1995:50-53) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan
adalah bimbingan dan konseling yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip
dasar sebagai berikut:
a.
Bimbingan dan Konseling
diperlukan oleh seluruh siswa.
Kegiatan bimbingan
dan konseling diperlukan oleh seluruh siswa, termasuk di dalamnya siswa yang
mengalami kesulitan. Seluruh siswa ingin memperoleh pemahaman diri,
meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memiliki kematangan dalam
memahami lingkungan, dan belajar membuat keputusan. Setiap siswa memerlukan
bantuan dalam mempelajari cara pemecahan masalah, dan memiliki kematangan dalam
memahami nilai-nilai. Semua siswa memerlukan rasa dicintai dan dihargai,
memiliki kebutuhan untuk meningkatkan kemampuannya, dan memiliki kebutuhan
untuk memahami kekuatan pada dirinya.
b.
Bimbingan dan konseling
perkembangan memfokuskan pada pembelajaran siswa.
Sekolah saat ini
membutuhkan tenaga-tenaga spesialis. Spesialis untuk membantu siswa membaca,
memainbkan instrument musik, dan membantu pertumbuhan fisik. Guru pembimbing
atau konselor dapat dipandang sebagai spesialis dalam pertumbuhan dan
perkembangan siswa, dalam mempelajari dan memahamidunia dalam diri siswa. Guru
pembimbing ( konselor ) juga bekerja sebagai perancang dan pengembang kurikulum
dalam mengembangkan kognitif, afektif, dan pertumbuhan fisik. Kurikulum yang
dikembangkan konselor menitikberatkan pada pembelajaran manusia dan pemanusiaan
peserta didik. Secara operasional, konselor merupakan anggota tim dari suatu tim
yang terdiri atas orangtua, guru, konselor, pengelola, dan spesialis lainnya.
Tugas mereka membantu siswa untuk belajar. Siswa yang memiliki kesulitan
hendaknya tetap belajar, dan siswa yang lambat belajar hendaknya dibantu untuk
belajar sebanyak mungkin, sehingga semua siswa terlibat dalam proses
pembelajaran. Tugas sekolah adalah menyelenggarakan pembelajaran, sedangkan
tugas bimbingan dan konseling perkembangan adalah membantu siswa untuk belajar.
c.
Guru pembimbing (konselor) dan
Guru adalah fungsionaris bersama dalam program bimbingan dan konseling
perkembangan.
Pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih berorientasi pada siswa daripada pada
pelajaran. Oleh karena itu, konselor dan guru bekerja sama membantu
menyelesaikan masalah siswa. Guru pembimbing (konselor) membantu guru dalam
menelusuri masalah siswa, mendengarkan sungguh-sungguh perasaan yang dicurahkan
siswa, memperjelas, menentukan pendekatan yang akan digunakan dan membantu
mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang baru.
d.
Kurikulum yang diorganisasikan
dan direncanakan merupakan bagian penting dalam bimbingan dan konseling
perkembangan.
Seluruh program
bimbingan perkembangan hendaknya berisi perencanaan dan pengorganisasian
kurikulum yang matang. Sama halnya dengan kurikulum sekolah yang biasa, seperti
: Matematika, IPA, IPS; layanan dasar bimbingan perkembangan berisi tujuan dan
sasaran untuk membantu siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal.
Materi program berupa kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan harga diri,
motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan masalah, perumusan tujuan,
perencanaan, efektifitas hubungan antara pribadi, ketrampilan berkomunikasi,
keefektifan lintas budaya,dan perilaku yang bertanggung jawab.
e.
Program bimbingan dan konseling
perkembangan peduli pada penerimaan diri, pemahaman diri, dan peningkatan diri.
Kegiatan dalam
bimbingan perkembangan dirancang untuk membantu siswa mengetahui lebihn banyak
tentang dirinya, menerima dirinya, serta memahami kekuatan pada dirinya.
f.
Bimbingan dan konseling
perkembangan memfokuskan pada proses mendorong perkembangan.
Metode mendorong
(encouragement) perkembangan diarahkan untuk:
1.
Menempatkan nilai pada diri
siswa sebagaimana dirinya sendiri;
2.
Percaya pada dirinya;
3.
Percaya akan kemampuan diri
siswa, membangun penghargaan akan dirinya;
4.
Pengakuan untuk bekerja dan
berusaha dengan sungguh-sungguh;
5.
Memanfaatkan kelompok untuk
mempermudah dan meningkatkan perkembangan siswa;
6.
Memadukan kelompok sehingga
siswa merasa memiliki tempat dalam kelompok;
7.
Membantu perkembangan
ketrampilan secara berurutan dan secara psikologis memungkinkan untuk sukses;
8.
Mengetahui dan memfokuskan pada
kekuatan dan aset siswa;
9.
Memanfaatkan minat siswa
sebagai energi dalam pengajaran.
g.
Suatu proses “menjadi”,
sehingga pertumbuhan fisik dan psikologisnya memiliki berbagai kemungkinan
sebelum mencapai masa dewasa. Oleh karenanya pengembangan yang terarah adalah
sesuatu yang lebih penting.
h.
Bimbingan dan konseling
perkembangan sebagai “team oriented” menuntut pelayanan konselor yang
profesional.
Keberhasilan
bimbingan dan konseling perkembangan memerlukan upaya bersama seluruh staf di
sekolah. Untuk memperoleh keefektifan maksimum dari program sekolah hendaknya
memiliki akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan konselor yang terlatih,
antara lain dalam konseling individual, konseling kelompok, pengukuran dan
perkembangan siswa.
i.
Bimbingan dan konseling
perkembangan peduli dengan identifikasi awal akan kebutuhan – kebutuhan khusus
siswa.
Guru pembimbing
(konselor) bekerjasama dengan guru untuk menemukan kebutuhan siswa, yang jika
tidak terpenuhi akan menjadi kendala dalam kehidupan siswa berikutnya.
Melakukan pendekatan dengan siswa baik secara individual maupun kelompok.
Menjalin hubungan erat dengan orangtua merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam melaksanakan identifikasi kebutuhan siswa.
j.
Bimbingan dan konseling
perkembangan peduli dengan penerapan psikologi.
Guru pembimbing
(konselor) perkembangan tidak sekedar peduli pada “assessment” kemampuan anak
untuk belajar, melainkan pada penerapan psikologi pada bagaimana anak
menggunakan kemampuannya.
k.
Bimbingan dan konseling
perkembangan memiliki kerangka dasar psikologi anak, psikologi perkembangan,
dan teori belajar.
l.
Bimbingan dan konseling
perkembangan memiliki sifat mengikuti urutan dan lentur.
Dalam implementasinya,
bimbingan dan konseling perkembangan mengikuti urutan, artinya program
bimbingan dan konseling perkembangan dirancang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa, dan lentur dalam arti program hendaknya disesuaikan dengan
perbedaan individual.
Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Bimbingan dan konseling perkembangan adalah proses pemberian
bantuan yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat, issue-isue
yang berkaitan dengan tahapan perkembangan siswa, dan merupakan bagian penting
dan integral dari keseluruhan program pendidikan.
Layanan Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling
Berbagai rumusan dikemukakan sebagai berikut :
Bimbingan adalah sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan serta mendapatkan kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu ( farnk parson, dalam jones, 1951 )
Bimbingan membantu individu untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan-kesempatan pendidikan, jabatan dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai suatu bentuk bantuan yang sistematik melalui mana mahasiswa dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian yang baik terhadap sekolah dan terhadap kehidupan.(dunsmoor dan miller, dalam mc Daniel, 1969 )
Bimbingan membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.( chiskolm, dalam mcdaniel 1959 ).
Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat.Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang
pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkan
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal
dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam
suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu
bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.
2. Pengertian Konseling
Beberapa pengertian konseling :
Konseling adalah kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman klien difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
Interaksi yang terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien, terjadi dalam suasana yang professional.
Suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang professional, yaitu orang yang terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai pemevcahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya.
Konseling sebagai suatu proses antarpribadi,
di mana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan, menemukan masalahnya.
Konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor
yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara
perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal
ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas
pandangannya tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai
tujuannya.
3. Hubungan Bimbingan dengan Konseling
Konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya
saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam
memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang.
Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif
menjadi positif. Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan
tujuannya.
1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling
Berbagai rumusan dikemukakan sebagai berikut :
Bimbingan adalah sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan serta mendapatkan kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu ( farnk parson, dalam jones, 1951 )
Bimbingan membantu individu untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan-kesempatan pendidikan, jabatan dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai suatu bentuk bantuan yang sistematik melalui mana mahasiswa dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian yang baik terhadap sekolah dan terhadap kehidupan.(dunsmoor dan miller, dalam mc Daniel, 1969 )
Bimbingan membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.( chiskolm, dalam mcdaniel 1959 ).
Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat.Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang
pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkan
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal
dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam
suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu
bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.
2. Pengertian Konseling
Beberapa pengertian konseling :
Konseling adalah kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman klien difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
Interaksi yang terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien, terjadi dalam suasana yang professional.
Suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang professional, yaitu orang yang terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai pemevcahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya.
Konseling sebagai suatu proses antarpribadi,
di mana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan, menemukan masalahnya.
Konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor
yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara
perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal
ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas
pandangannya tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai
tujuannya.
3. Hubungan Bimbingan dengan Konseling
Konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya
saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam
memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang.
Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif
menjadi positif. Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan
tujuannya.
Rabu
Syarat-syarat yang
Diperlukan dalam Pembangunan Mental
Di
antara syarat-syarat terpenting dalam pembangunan mental adalah:
a. Pendidikan.
Pendidikan
yang dimulai dari rumah tangga, dilanjutkan di sekolah, dan juga dalam masyarakat. Pembangunan mental,
mulai sejak anak lahir, di mana semua pengalaman yang dilaluinya mulai lahir,
sampai mencapai usia dewasa (21 tahun), menjadi bahan dalam pembinaan
mentalnya. Maka syarat-syarat yang diperlukan, dalam pendidikan baik di rumah,
sekolah maupun masyarakat ialah kebutuhan-kebutuhan pokoknya harus terjamin,
baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan psikis dan sosial. Di mana harus terjamin
makan minum yang cukup memenuhi syarat kesehatan untuk pertumbuhannya di rumah,
sekolah dan masyarakat, maka anak-anak itu harus:
1) Merasa disayangi oleh
ibu-bapak, guru, dan kawan-kawannya. Anak yang merasa kurang disayangi, atau
kurang diperhatikan kepentingan dan kebutuhannya, akan merasa hidup menderita.
Apabila ia merasa tidak disayangi, terutama waktu kecil ia tidak akan pernah
merasa kasih sayang kepada orang lain dan tidak akan merasakan kesayangan orang
kepadanya di kemudian hari, ia akan cenderung kepada perasaan sedih, murung,
menyendiri dan benci kepada masyarakat atau orang di sekitarnya. Emosinya
mungkin tidak matang.
2) Merasa aman, tentram,
di mana ia tidak sering dimarahi, dihina, diperlakukan tidak adil, diancam,
orang-orang yang berkuasa di sekelilingnya tidak sering bertengkar,
kebutuhannya yang pokok terpenuhi (keadaan ekonomi yang sangat kurang ikut
mempengaruhi mental anak apabila ia berada dalam kelompok orang-orang yang
mampu) dan lain-lain, yang menyebabkannya tidak aman.
3) Merasa bahwa ia
dihargai, misalnya kalau ia berbicara atau bertanya didengar dan dijawab
seperlunya, jika ia bersalah, ditegur atau dimarahi tidak di hadapan
kawan-kawannya, ia tidak merasa diejek, diremehkan, dibandingkan dengan yang
lain, dan sebagainya.
4) Merasa bebas, tidak
terlalu diikat oleh peraturan-peraturan dan disiplin yang terlalu keras, ia
bebas memilih teman (dalam batas yang tidak merusak), bebas memilih pakaian
yang disukainya (dalam batas yang tidak melanggar susila), dan bebas
membelanjakan uang jajannya, dan sebagainya.
5) Merasa sukses, sejak
kecil orangtua harus mendidik dan mengajar anak sesuai dengan kemampuan bakat
dan pertumbuhannya, jangan sampai anak merasa bahwa terlalu jauh yang harus
dijangkaunya, atau terlalu berat yang harus diusahakannya. Karena kalau anak
merasa tidak mampu melaksanakan sesuatu yang diharapkan darinya, ia akan merasa
gagal. Kegagalan-kegagalan itu akan membawa pada tekanan jiwa dan menimbulkan
frustasi, yang akhirnya mungkin menyebabkan hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri.
6) Kebutuhannya untuk
mengetahui harus dapat terpenuhi, pertanyaannya dijawab, kepadanya diberi
kesempatan untuk dapat mengenal sesuatu yang diinginkannya.
b. Pembinaan Moral
Pembinaan
moral harus dilakukan sejak kecil, sesuai dengan umurnya. Karena setiap anak
dilahirkan belum mengerti mana yang benar mana yang salah dan belum tahu
batas-batas atau ketentuan-ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya.
Pendidikan moral harus dilakukan pada permulaan di rumah dengan latihan
terhadap tindakan-tindakan yang dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan
tempat ia hidup. Setelah anak terbiasa bertindak sesuai dengan yang dikehendaki
oleh aturan-aturan moral, serta kecerdasan dalam kematangan berfikir telah terjadi, barulah
pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan.
Pendidikan
moral yang paling baik terdapat dalam agama. Maka pendidikan agama yang
mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan sejak anak lahir (di rumah),
sampai duduk di bangku sekolah dan dalam lingkungan masyarakat tempat ia hidup.
c. Pembinaan Jiwa Taqwa
Jika
menginginkan anak-anak dan generasi yang akan datang hidup bahagia,
tolong-menolong, jujur, benar dan adil, maka mau tidak mau, penanaman jiwa
taqwa perlu sejak kecil. Karena kepribadian (mental) yang unsur-unsurnya terdiri dari antara lain
keyakinan beragama, maka dengan sendirinya keyakinan itu akan dapat
mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap dalam hidup. Karena mental sehat
yang penuh dengan keyakinan beragama itulah yang menjadi polisi, pengawas dari
segala tindakan.
Jika
setiap orang mempunyai keyakinan beragama, dan menjalankan agama dengan
sungguh-sungguh, tidak perlu ada polisi dalam masyarakat karena setiap orang
tidak mau melanggar larangan-larangan agama karena merasa bahwa Tuhan Maha
Melihat dan selanjutnya masyarakat adil makmur akan tercipta, karena semua
potensi manusia (man power) dapat digunakan dan dikerahkan untuk dirinya
sendiri.
Pembangunan
mental tak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena
agamalah yang memberikan nilai-nilai yang dipatuhi dengan suka rela, tanpa
adanya paksaan dari luar atau polisi yang mengawasi atau mengontrolnya. Karena
setiap kali terpikir atau tertarik hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan
oleh agamanya, taqwanya akan menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh
kepada perbuatan-perbuatan yang kurang baik itu.
Mental
yang sehat ialah yang iman dan taqwa kepada Tuhan, dan mental yang
beginilah yang akan membawa perbaikan hidup dalam masyarakat dan bangsa.
Taqwa
dan iman sama pentingnya dalam kesehatan mental, fungsi iman dalam kesehatan
mental adalah menciptakan rasa aman tentram, yang ditanamkan sejak kecil. Obyek
keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan ditentukan oleh agama. Dalam
agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menetukan
dalam kesehatan mental seseorang
Ciri-ciri Manusia yang Sehat Mentalnya
1. Ciri Manusia yang
Sehat Mentalnya
Orang yang sehat
mentalnya adalah orang-orang yang mampu merasakan kebahagian dalam hidup,
karena orang-orang inilah yang dapat merasa bahwa dirinya berguna, berharga dan
mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin, yang membawa
kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan
orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang
luas (dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar). Orang-orang inilah yang
terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Maka orang yang sehat mentalnya, tidak akan merasa
ambisius, sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai
orang lain, merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak
dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan
kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya
digunakan untuk kemanfaatan dan
kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk
bermegah-megahaan dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang
lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi
orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat mentalnya, tidak akan ada
penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam
masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang dapat
merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolong-menolong.
2. Manusia yang Kurang Sehat Mentalnya
Manusia yang kurang
sehat ini sangat luas, mulai dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang
seberat-beratnya. Dari orang yang merasa terganggu ketentraman batinnya, sampai
kepada orang yang sakit jiwa. Gejala yang umum, yang tergolong kepada yang
kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi antara lain pada:
Perasaan : Yaitu
perasaan terganggu, tidak tenteram, rasa gelisah, tidak tentu yang
digelisahkan, tapi tidak bisa pula mengatasinya (anxiety); rasa takut
yang tidak masuk akal atau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi),
rasa iri, rasa sedih, sombong, suka bergantung kepada orang lain, tidak mau
bertanggung jawab, dan sebagainya.
Pikiran : Gangguan
terhadap kesehatan mental, dapat pula mempengaruhi pikiran, misalnya anak-anak
menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka bolos, tidak bisa konsentrasi,
dan sebagainya. Demikian pula orang dewasa mungkin merasa bahwa kecerdasannya
telah merosot, ia merasa bahwa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah
direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi orang, menjadi pemalas, apatis,
dan sebagainya.
Kelakuan : Pada
umumnya kelakuan-kelakuan yang tidak
baik seperti kenakalan, keras kepala, suka berdusta, menipu,
menyeleweng, mencuri, menyiksa orang, membunuh, dan merampok, yang menyebabkan
orang lain menderita dan teraniaya haknya
Kesehatan : Jasmani
dapat terganggu bukan karena adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani
itu, akan tetapi rasanya sakit, akibat jiwa tidak tenteram, penyakit yang
seperti ini disebut psychosomatic. Di antara gejala penyakit ini yang
sering terjadi seperti sakit kepala, merasa lemas, letih, sering masuk angin,
susah nafas, sering pingsan, bahkan sampai sakit yang lebih berat, lumpuh
sebagian anggota jasmani, kelu lidah
saat bercerita, dan tidak bisa
melihat (buta) yang terpenting adalah
penyakit jasmani itu tidak
mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.
Inilah gejala-gejala kurang sehat yang agak ringan, dan
lebih berat dari itu, mungkin menjadi gangguan jiwa (neourose) dan terberat
adalah sakit jiwa (psychose).
Pengaruh Kesehatan Mental dalam Hidup
Cara
menentukan pengaruh mental tidak mudah, karena mental tidak dapat
dilihat, diraba atau diukur secara langsung. Manusia hanya dapat melihat
bekasnya dalam sikap, tindakan, cara menghadapi persoalan, dan akhlak. Oleh
ahli jiwa dikatakan bahwa pengaruh mental itu dapat dilihat pada perasaan,
pikiran, kelakuan, dan kesehatan.
1. Pengaruh Kesehatan
Mental terhadap Perasaan
Pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan akan
terlihat dari cara orang menghadapi kehidupan ini. Misalnya ada orang yang menghadapinya dengan kecemasan dan ketakutan.
Banyak hal-hal kecil yang mencemaskannya, kadang-kadang hal remeh, yang oleh
orang lain tidak dirasakan berat, akan
tetapi bagi dirinya hal itu sudah sangat berat sehingga menyebabkannya gelisah,
tidak bisa tidur, dan hilang nafsu makan.
Mereka sendiri tidak mengerti dan tidak dapat menahan atau mengatasi
kecemasannya. Inilah yang dalam istilah
kesehatan mental dinamakan anxiety dan phobia atau takut yang
tidak pada tempatnya.[3] Jadi di antara gangguan perasaan yang disebabkan oleh terganggunya kesehatan
mental adalah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri,
pemarah, dan ragu (bimbang).
2. Pengaruh Kesehatan
Mental terhadap Pikiran
Di antara
masalah yang sering menggelisahkan orang tua, adalah menurunnya kecerdasan dan kemampuan anaknya dalam
pelajaran atau semangat belajarnya menurun, jadi pelupa, dan tidak sanggup
memusatkan perhatian.[4]
Mengenai pengaruh kesehatan mental atas pikiran, memang
besar sekali. Di antara gejala yang bisa dilihat yaitu sering lupa, tidak bisa
mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu hal yang penting, kemampuan berfikir
menurun, sehingga merasa seolah-olah tidak lagi cerdas, pikirannya tidak bisa
digunakan, kelemahan dalam bertindak, lesu, malas, tidak bersemangat kurang
inisiatif, dan mudah terpengaruh oleh kritikan-kritikan orang lain, sehingga
mudah meninggalkan rencana baik yang telah dibuatnya hanya karena kritikan
orang lain. Semuanya itu bukanlah suatu sifat yang datang tiba-tiba dan dapat
diubah dengan nasehat dan teguran saja, akan tetapi telah masuk terjalin ke
dalam pribadinya yang tumbuh sejak kecil.
3. Pengaruh Kesehatan
Mental terhadap Kelakuan
Ketidaktentraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat
mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang, seperti nakal, pendusta,
menganiaya diri sendiri atau orang lain, menyakiti badan orang atau hatinya dan berbagai
kelakuan menyimpang lainnya.
4. Pengaruh Kesehatan
Mental terhadap Kesehatan Badan
Di antara
masalah yang banyak terjadi dalam masyarakat maju, adalah adanya kontradiksi
yang tidak mudah dimengerti yaitu masalah kesehatan. Kalau pada masa
dahulu, penyakit dan bahaya yang sangat mencemaskan orang adalah penyakit
menular dan penyakit-penyakit yang mudah menyerang. Penyakit-penyakit tersebut dapat diatasi
dengan obat-obatan dan cara-cara pencegahan
yang ditemukan para ahli. Akan tetapi, pada masyarakat maju telah timbul suatu
penyakit yang lebih berbahaya dan sangat
menegangkan yaitu penyakit gelisah,
cemas, dan berbagai penyakit yang tidak
dapat diobati oleh ahli-ahli kedokteran. Karena penyakit itu timbul bukan karena kekurangan pemeliharaan
kesehatan atau kebersihan akan tetapi karena kehilangan ketenangan jiwa.[5]
KONSEP KESEHATAN MENTAL
A. Pengaruh Budaya Terhadap Konsep Sehat dan Sakit serta Implikasinya terhadap Perilaku
1. Arti Sehat
Menurut Freund (1991), berdasarkan kutipan the International Dictionary of Medicine and Biology,
kesehatan adalah suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu
organisme atau bagiannya, yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan
tidak adanya penyakit, juga sampai pada kesimpulan mengenai kesehatan
sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah satu ciri
kalau organisme disebut sehat.
2. Pengaruh Budaya terhadap Konsep Kesehatan
Pengaruh
budaya juga merupakan penentu konsep kesehatan. Hal ini mengacu pada
pengertian kesehatan yang dibuat oleh WHO, yaitu kesehatan adalah
keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial,
dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan.pengertian itu berdampak kebijakan di bidang kesehatan
mengalami perubahan.
Berbagai
teknologi modern ditemukan sehingga berbagai macam penyakit dan
gangguan lainnya bisa diatasi. Saat ini usaha-usaha itu mengalami
pergeseran. Upaya kesehatan saat ini mengacu kepada usaha pencegahan
terhadap kemungkinan menurunnya kualitas hidup individu sehingga kondisi
sehat bisa dijaga sedemikian rupa dan penyakit tidak sampai dialami
oleh individu. Bidang-bidang baru mulai bermunculan, seperti sosiologi
kesehatan, antropologi kesehatan, psikologi kesehatan, dan masih banyak
lagi yang lainnya. Perhatian mengenai kesehatan dalam kaitannya dengan
keanekaragaman budaya juga menjadi salah satu bidang kajian yang
diminati oleh psikologi lintas budaya (Berry, 1999).
3. Model-model Kesehatan Barat dan Timur
Model-model
kesehatan muncul karena banyaknya asumsi mengenai kesehatan, seperti
halnya model kesehatan dari Barat dan juga Timur. Akan tetapi, dalam
model-model itu terdapat variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan
budaya di antara model-model tersebut.
Model Biomedis (Freund, 1991)memiliki 5 asumsi. Pertama, terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Kedua, penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, baik secara biokimia atau neurofisiologis. Ketiga, setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang berpotensi dapat diidentifikasi. Keempat, melihat tubuh sebagai suatu mesin. Kelima, konseb tubuh adalah objel yang perlu diatur dan dikontrol.
Model Psikiatris, merupakan model yang berkaitan dengan model biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu oenyakit dan penggunaan treatmen fisik obat-obatan atau pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas.
Model Psikosomatis
(Tamm, 1993), merupakan model yang muncul karena adanya ketidakpuasan
terhadap model biomedis. Model ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit
somatik yang tanpa disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial.
Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh
simtom-simtom somatik.
4. Pemahaman Tentang Penyakit
Istilah penyakit terbagi ke dalam dua istilah, yaitu Illness dan Disease. Kata Illness digunakan untuk menyatakan apa yang dirasakan oleh pasien ketika dia datang ke dokter. Sedangkan kata Disease untuk menyatakan apa yang dibawa pasien ke rumah sakit dari ruangan dokter. Dengan demikian penyakit “Disease” adalah sesuatu yang dimiliki organ, sedangkan “Illness” adalah sesuatu yang dimiliki manusia, yaitu respons subjektif pasien dan segala sesuatu yang meliputinya.
5. Implikasi Perbedaan Konsep Kesehatan dan Penyakit terhadap Perilaku
Istilah-istilah yang digunakan dalam dunia kesehatan :
Diagnosis, gangguan yang sama dan bisa dilaporkan dengan gejala yang berbeda.
Treatmen, pengobatan sistem Barat bertumpu pada pemberian obat antibiotik atau pembedahan pada bagian-bagian tubuh yang sakit.
Plasebo,
pada pengobatan Barat memiliki konotasi yang negatif sehingga sering
kali dicoba untuk dihilangkan atau diminimalkan pengaruhnya oleh dunia
kedokteran Barat.
Relasi dokter-pasien,
pada sistem pengobatan Barat bercirikan mekanistik, impersonal, dan
reduksionistik. Dokter mengambil sikap lebih tahu dari pasien, superior
serta keputusan. Sementara pasien mengambil sikap pasif serta diharapkan
menuruti apa yang dimaui dokter.
Ciri-ciri Tingkah Laku Sehat dan Normal
Adapun ciri-ciri individu yang normal atau sehat (Warga, 1983) pada umumnya sebagai berikut :
1. Bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui
2. Mampu mengolah emosi
3. Mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki
4. Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial
5. Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya
6. Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang
7. Dapat belajar dari pengalaman
S Sumber : http://ajengfebriyanti27.blogspot.com/2012/03/sejarah-perkembangan-kesehatan-mental.html
Banyak pengertian dan definisi tentang kesehatan mental yang diberikan oleh para ahli sesuai dengan pandangan di bidang masing-masing. Zakiah Daradjat dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar kesehatan jiwa di IAIN “Syarif Hidayatullah Jakarta” mengemukakan empat buah rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli. Keempat rumusan tersebut disusun mulai dari rumusan-rumusan yang khusus sampai dengan yang lebih umum.
1. Kesehatan mental
adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa(neurose) dan dari
gejala-gejala penyakit jiwa (psychose)
Berbagai kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) menyambut
baik definisi ini. Seseorang dikatakan bermental sehat bila terhindar dari
gangguan atau penyakit jiwa, yaitu adanya perasaan cemas tanpa diketahui
sebabnya, malas, hilangnya kegairahan bekerja pada diri seseorang dan bila
gejala ini meningkat akan menyebabkan penyakit anxiety, neurasthenia
dan hysteria. Adapun orang yang
sakit jiwa biasanya akan memiliki pandangan berbeda dengan orang lain inilah
yang dikenal dengan orang gila.
2. Kesehatan mental
adalah: kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang
lain dan masyarakat sera lingkungan tempat ia hidup.
Definisi ini lebih luas dan bersifat umum karena berhubungan dengan kehidupan manusia pada
umumnya. Menurut definisi ini seseorang dikatakan bermental sehat bila dia
menguasai dirinya sehingga terhindar dari tekanan-tekanan perasaan atau hal-hal
yang menyebabkan frustasi. Orang yang mampu menyesuaikan diri akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup karena tidak diliputi dengan perasaan-perasaan cemas,
gelisah, dan ketidakpuasan. Sebaliknya akan memiliki semangat yang tinggi dalam
menjalani hidupnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, harus
lebih dahulu mengenal diri sendiri, menerima apa adanya, bertindak sesuai
kemampuan dan kekurangan. Ini bukan berarti
harus mengabaikan orang lain.
Dalam definisi ini orang yang sehat mentalnya ialah orang
yang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya, sehingga dapat menghindarkan
diri dari tekanan-tekanan perasaan yang menimbulkan frustasi.
3. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan
perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi,
bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada
kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan
penyakit jiwa.
Definisi ini lebih menekankan pada pengembangan dan
pemanfaatan segala daya dan pembawaan
yang dibawa sejak lahir, sehingga
benar-benar membawa manfaat bagi orang lain dan dirinya sendiri.
Dalam hal ini seseorang harus mengembangkan dan
memanfaatkan potensi yang dimilikinya dan jangan sampai ada bakat yang tidak baik untuk tumbuh yang akan membawanya
pada ketidakbahagiaan hidup, kegelisahan, dan pertentangan batin. Seseorang yang
mengembangkan potensi yang ada untuk merugikan orang lain, mengurangi hak,
ataupun menyakitinya, tidak dapat dikatakan memiliki mental yang sehat. Karena
memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya untuk mengorbankan hak orang lain.
4. Kesehatan mental adalah
terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya.
Seseorang dikatakan memiliki mental sehat apabila terhindar
dari gejala penyakit
jiwa dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa
dalam dirinya. Kecemasan dan kegelisahan dalam diri seseorang lenyap bila
fungsi jiwa di dalam dirinya seperti fikiran, perasaan, sikap, jiwa, pandangan,
dan keyakinan hidup berjalan seiring sehingga menyebabkan adanya keharmonisan
dalam dirinya.
Keharmonisan antara fungsi jiwa dan tindakan dapat dicapai
antara lain dengan menjalankan ajaran
agama dan berusaha menerapkan norma-norma sosial, hukum, dan moral. Dengan
demikian akan tercipta ketenangan batin yang menyebabkan timbulnya kebahagiaan
di dalam dirinya. Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti
fikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan, harus saling menunjang dan
bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang
dari sifat ragu- ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan
konflik batin.
Dapatlah dikatakan bahwa kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat
menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal
mungkin dan membawanya pada kebahagiaan bersama, serta tercapainya keharmonisan
jiwa dalam hidup. Ada beberapa definisi penting yang perlu di jelaskan dalam
konsep kesehatan mental Zakiah Daradjat.
a. Pengertian mengenai
terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan ialah
berkembangnya seluruh potensi kejiwaan secara seimbang sehingga manusia dapat
mencapai kesehatannya secara lahiriah maupun batiniah serta terhindar dari
pertentangan batin keguncangan, kebimbangan, dan perasaan dalam menghadapi
berbagai dorongan dan keinginan.
b. Pengertian
terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri ialah usaha
untuk menyesuaikan diri secara sehat terhadap diri sendiri yang mencakup
pembangunan dan pengembangan seluruh potensi dan daya yang terdapat dalam diri
manusia serta tingkat kemampuan memanfaatkan potensi dan daya seoptimal mungkin
sehingga penyesuaian diri membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi diri
sendiri maupun orang lain.
c. Pengertian
tentang
penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan
dan masyarakat merupakan tuntunan untuk meningkatkan keadaan
masyarakatnya dan dirinya sendiri sebagai
anggotanya. Artinya, manusia tidak hanya memenuhi tuntutan masyarakat
dan
mengadakan perbaikan di dalamnya tetapi juga dapat membangun dan
mengembangkan
dirinya sendiri secara serasi dalam masyarakat. Hal ini hanya bisa
dicapai apabila masing-masing individu dalam masyarakat sama-sama
berusaha
meningkatkan diri secara terus menerus
dalam batas-batas yang diridhoi Allah.
d. Pengertian
berlandaskan keimanan dan ketakwaan
adalah masalah keserasian yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi kejiwaan dan
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya hanya
dapat terwujud secara baik dan sempurna
apabila usaha ini didasarkan atas keimanan
dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Dengan demikian, faktor agama memainkan peranan yang besar dalam
pengertian kesehatan mental.
e. Pengertian bertujuan
untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat adalah kesehatan mental bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera, dan bahagia bagi manusia secara
lahir dan batin baik jasmani maupun rohani, serta dunia dan akhirat.
Langganan:
Postingan (Atom)